MAKALAH
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN AUD II
Tentang
Pengembangan Empati AUD di Sekolah

OLEH KELOMPOK 6:
Sari
Rahayu Rahmadani (54423)
Nova
Oktriyani (54412)
Ria
Rusendi (54415)
REGULER MANDIRI 2010
PENDIDIKAN
GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
PENGEMBANGAN EMPATI AUD DI SEKOLAH
A. Hakikat Empati
Empati
ialah suatu kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain
andaikata dia dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati, orang
menggunakan perasaannya dengan efektif di dalam situasi orang lain, didorong
oleh emosinya seolah – olah dia ikut mengambil bagian dalam gerakan – gerakan
yang dilakukan orang lain. Disini ada situasi “feeling into a person or thing”.
Empati menurut beberapa ahli:
1.
Hurlock (1988), mengemukakan empati
adalah kemampuan untuk menempatkan diri sendiri dalam keadaan psikologis orang
lain dan untuk melihat suatu situasi dari sudut pandang orang lain.
2.
Prayoitno (1987), mengemukakan empati
pada dasarnya mengerti dan dapat merasakan orang lain.
3.
Pratiwi, dkk (1997), mengemukakan empati
adalah kemampuan anak untuk merasakan
kesulitan atau penderitaan orang lain termasuk kesanggupan memahami perasaan atau keinginan orang lain.
4.
Monks, Knoers dan Haditono, makna empati
pada dasarnya adalah mampu menempatkan posisi dalam bentuk respon yang
ditujukan kepada suasana emosi dan terhadap fikiran oirang lain.
5.
Shapiro , Pratiwi, dkk (1997),
mengemukakan 2 komponen empati: reaksi emosi kepada orang lain dan kemampuan
menunjukkan reaksi kognitif kepada orang lain.
B. Tahap – Tahap Perkembangan Empati Anak
Potensi
empati berkembang sejalan dengan peningkatan usia anak yang dimulai dari
lingkungan. Bila kemampuan empati distimulasi dengan cara – cara yang sesuai
akan berkembang dengan subur, sebaliknya bila tidak sesuai empati anak akan
tumpul dan mandul. Bila empati anak distimulasi secara baik, semakin bertambah
usia anak, maka semakin bertambah tajam pula empati mereka terhadap orang lain.
Tahap perkembangan empati:
1. Pra
sekolah
a.
Bayi baru lahir (0 tahun)
Bayi
baru lahir sudah memperlihatkan empati pertama terhadap orang lain. Bayi akan
menangis bila mendengar suara tangis. Bayi baru lahir merespon tangis bayi lain
dengan menangis sendiri (datley dan jennkins, 1996). Tangis yang ditampilkan bayi
saat mendengar tangis bayi saat mendengar tangis bayi lain merupakan respon
empati dasar untuk perkembagan empati mereka lebih lanjut.
Perkembangan
empati anak tahap ini disebut empati global (hoffman, dalam Oatley and jenkins,
1996), ( shapiro, pratiwi, dkk. 1997)
b.
Usia 1 – 5 tahun
·
Pada
tahun pertama anak sudah mulai menyadari kesusahan orang lain, namun mereka mereaksi
sebagai kesusahan mereka sendiri.
·
Oatley dan Jenkins (1996), mengatakan
selama tahun kedua kehidupan anak semakin tampak mereka membedakan antara
dirinya dan orang lain.
·
Usia tiga sampai empat tahun (Curtis,
1998:40), anak menunjukkan perasaan empati dan mengerti terhadap anak lain dan
orang dewasa. Anak usia ini memiliki empati yang tinggi terhadap teman sebaya.
(Borke), menunjukkan bahwa anak usia tiga
tahun dapat mengerti perasaan orang lain dan berbagai pandangan dengan orang
lain.
·
(Borke), anak usia lima tahun dapat
menunjukkan gambar orang dewasa dan anak dalam situasi yang sulit atau
kesulitan.
(Curtis, 1998: 41)Perhatian
menunjukkan bahwa anak menanggkap beberapa pandangan orang lain yang mereka sukai dan tidak mereka sukai.
Perkembangan
empati ini disebut perkembangan empati egosentris.(hoffman dalam oatley dan
jenkins, 1996; Shapiro, 1997; Pratiwi, 1997 ).
2. Sekolah
a. Usia
sekolah
Anak
usia sekolah dasar idak mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain. mereka
sudah mampu melihat kesedihan orang lain dan mampu berfikir dari sudut pandang
orang lain. kemampuan anak memandang dari sudut orang lain sudah lebih
berkembang dari usa sebelumnya.
Perkembangan
empati anak tahap ini disebut empati kognitif. (hoffman dalam oatley dan
jenkins, 1996; Shapiro, 1997; Pratiwi, 1997 ).
b. Usia
Sekolah Dasar/ kelas dasar dan Remaja
Semakin
bertambah usia anak, mereka sampai kepada kemampuan untuk memperlihatkan empati
terhadap semua orang baik, baik yang dikenal aupun tidak dikenal. Respon empati
anak meningkat tajam ketika anak berusia sekolah dasar (Byan, Marcus, Tellen
dan Roke dalam Berk, 1994).
Semua
anak usia kelas dasar, remaja memiliki kemampuan perspektif taking yang memberi
kesempatan kepada mereka memberikan suatu respon empatik tidak hanya terhadap
kesusahan orang lain dengan segera, tapi juga terhadap kondisi umum kehidupan
orang lain.
Perkembangan
empati tahap ini disebut empati abstrak. (hoffman dalam oatley dan jenkins,
1996; Shapiro, 1997; Pratiwi, 1997 ).
C. Usaha – Usaha Sekolah dalam
Pengembangan Empati Anak
Sekolah sebagai lembaga
pendidikan memiliki tanggung jawab penting dalam mengembangkan empati anak. Sekolah
dari tingkat paling rendah sampai tingkat paling tinggi harus berperan sebgai
agen pengembangan empati anak yang patut diteladani oleh lembaga pendidikan
yang lain.
Beberapa usaha yang
dapat dilakukan sekolah untuk pengembangan empati anak sebagai berikut:
1. Sekolah
memberikan kesempatan kepada anak untuk menunjukkan kepedulian kepada orang
lain. Bentuk kepedulian anak distimulasi si sekolah adalah membantu orang lain
yang mengalami kesulitan, membantu teman yang mengalami kesulitan, menjenguk
teman sakitdan menghibur orang lain kemalangan.
2. Menciptakan
suasana emosional yang kondusif di sekolah, seperti suasana menghargai,
menerima, menyanyi, memperlakukan anak dengan kasih sayang dan menghibur anak
yang mengalami kesulitan.
3. Sekolah mengembangkan kegiatan bermain peran
untuk anak tentang tingkah laku sosial, seperti bermain peran untuk anak
tentang tingkah laku sosial, seperti bermain sebagai dokter dan pekerja sosial.
4. Sekolah
secara khusus personil sekolah menyediakan model prilaku sosial yang positif.
Misalnya: guru menyampaikan prilaku yang suka membantu orang lain, memperlakukan
orang lain didepan anak dengan kasih
sayang dan lain – lain.
5. Memberikan
penguatan respon empati yang ditujukan anak kepada orang lain. Pemberian
penguatan yang diberi akan cenderung diulangi anak, pada akhirnya menjadi
tingkah laku anak sendiri. Misalnya: memberikan sentuhan tentang fisik, hadiah,
menyampaikan kata – kata yang menyenangkan, memberi pujian.
6. Sekolah
menyediakan berbagai sarana atau media yang mendorong empati anak, seperti buku
– buku, film – film sosial.
7. Sekolah
dapat mengadakan lomba mengarang yang bertemakan kasih sayang terhadap orang
lain dan dengan kegiatan tersebut dapat mendorong anak memusatkan perhatian dan
kasih sayang kepada orang lain.
8. Bagi
anak yang masih kecil dapat dilakukan dengan membaca cerita – cerita dan
bercerita dengan anak dengan tema kasih sayang dan kemudian meminta anak
bercerita yang bertema sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
Hurlock, E.B, (1988).
Perkembangan AUD. Jakarta: Erlangga
Yetti Rivda, Dra,
(2011). Psikologi Perkembangan AUD 2. FIP: UNP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar